
Pajak Penghasilan: Definisi, Jenis, Cara Menghitung
Secara umum, Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak. Baik berasal dari dalam maupun dari luar negeri, yang dapat menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, penting bagi HRD perusahaan memahami cara menghitung pajak penghasilan yang dikenakan kepada karyawan sebagai wajib pajak orang pribadi.
Dengan demikian, Pajak Penghasilan atau PPh dikenakan terhadap penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dan Wajib Pajak Badan (WP Badan) yang diterima dalam satu Tahun Pajak. Semua jenis pajak termasuk pungutan Pajak Penghasilan dan pengelolaannya untuk memenuhi kepentingan negara dan akan kembali kepada rakyat.
Subjek dan Pemotong PPh
Yang dimaksud dengan subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggung jawab atas pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian tahun pajak. Subjek pajak penghasilan artinya orang yang harus membayar pajak penghasilan dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP). Status sebagai WP ini ditetapkan dengan cara yang bersangkutan mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pendaftaran diri sebagai WP dilakukan di KPP tersebut harus sesuai dengan wilayah domisili yang bersangkutan. Merujuk pada UU PPh, subjek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:
1. Subjek PPh Orang Pribadi
Wajib Pajak Orang pribadi adalah subjek pajak penghasilan bagi yang mencakup orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia. Subjek PPh Orang Pribadi (OP) ini terdiri dari:
- Subjek PPh OP Dalam Negeri. Ini berlaku bagi yang telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Subjek PPh OP Luar Negeri. Ini berlaku bagi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia maupun melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Subjek PPh Warisan yang Belum Terbagi
Masih merujuk pada UU PPh No. 36/2008, yang dimaksud warisan belum terbagi sebagai subjek pajak PPh di sini agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dilaksanakan. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Jika warisan itu telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Sedangkan warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, maka tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti. Kenapa? Karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
3. Subjek PPh Badan
Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Badan bisa berupa Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lainnya.
Subjek PPh Badan adalah sebagai subjek pajak penghasilan ini terdiri dari:
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
- Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
4. Subjek PPh Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek PPh Bentuk Usaha Tetap adalah subjek pajak penghasilan yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak padan badan dalam negeri. BUT ini merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP. Kemudian menyampaikan SPT sebagai sarana pelaporan besarnya pajak terutang dalam satu tahun pajak. Selain itu, pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif pajak BUT umum sebesar 25% seperti yang berlaku pada subjek pajak badan dalam negeri.
Jenis Pajak Penghasilan
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015, PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. PPh pasal 21 ini menggunakan skema pajak progresif baru di mana ketentuannya diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) No 7 Tahun 2021.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh pasal 22 dikenakan kepada badan usaha tertentu, baik usaha milik pemerintah, maupun swasta yang kegiatannya berhubungan dengan perdagangan ekspor/impor dan juga penjualan barang mewah. Pihak Pemungut PPh pasal 22 ini terdiri dari bendahara pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga lainnya. Kemudian, badan tertentu, baik itu badan pemerintah maupun swasta yang berkenaan dengan kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha di bidang lainnya.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan atas bunga pinjaman (meliputi bunga premium, bunga diskonto, dan jaminan pengembalian utang), dividen, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan, atau jasa selain yang dipotong PPh Pasal 21. Untuk tarif PPh 23 dikenakan atas nilai DPP atau jumlah bruto penghasilannya. Dalam PPh 23 berlaku dua jenis tarif yang dikenakan, yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya, di mana:
- Tarif 15% dari jumlah bruto:
- Dividen, kecuali pembagian dividen terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dikenakan final
- Hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
- Tarif 2% dari jumlah bruto:
- Atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan atau bangunan.
- Atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.
4. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 (PPh final)
PPh pasal 4 Ayat 2 atau PPh final merupakan pajak atas jenis penghasilan yang wajib pajak dapatkan dan pemotongannya bersifat final oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi dan tidak bisa dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Berikut penghasilan-penghasilan yang dikenakan pajak final:
- Bunga deposito, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
- Hadiah undian.
- Transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
- Transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
5. Pajak Penghasilan Pasal 25
PPh 25 merupakan pajak penghasilan yang dibayar dengan cara mengangsur agar meringankan beban wajib pajak dalam membayar pajak tahunannya dan pajak terutangnya dilunasi dalam jangka waktu satu tahun di mana pembayarannya tidak dapat diwakilkan. Bila telat melakukan pembayaran, maka akan dikenakan bunga sanksi pajak per bulan.
6. Pajak Penghasilan Pasal 26
PPh pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari badan usaha di Indonesia atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Tarif umum yang dikenakan adalah 20%. PPh pasal 26 ini menjadi penerapan asas sumber yang dianut dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia.
7. Pajak Penghasilan Pasal 29
PPh pasal 29 merupakan pajak penghasilan kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh yang dihasilkan dari nilai pajak terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh. Jadi, PPh 29 ini merupakan sisa PPh terutang dalam tahun pajak yang sudah dikurangi dengan kredit PPh(PPh 21, 22,23 dan 24) dan PPh pasal 25 dari suatu perusahaan.
8. Pajak Penghasilan Pasal 15
PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri tertentu. Industri-industri tertentu adalah:
- Perusahaan pelayaran dan penerbangan dalam negeri
- Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional
- Perusahaan asuransi luar negeri
- Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi
- Perusahaan dagang asing di Indonesia yang tidak memiliki P3B
- Perusahaan investor dalam bentuk BOT (build, operate, and transfer)
9. Pajak Penghasilan Pasal 19
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Sebagaimana yang dimaksud dengan penilaian, yang mana dapat diartikan sebagai revaluasi.
Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi maupun badan sebenarnya tidaklah sulit. Hal pertama yang perlu Anda lakukan yaitu menghitung penghasilan bersih dalam setahun, kemudian hitung besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan Penghasilan Kena Pajak (PKP)-nya. Agar lebih jelas, Anda bisa simak penjelasan berikut.
1. Cara Menghitung Penghasilan Bersih dalam 1 Tahun
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6, perhitungan pajak penghasilan pribadi ditentukan oleh pendapatan beserta tunjangan yang Anda dapatkan selama setahun. Keseluruhan pendapatan tersebut dinamakan penghasilan kotor atau bruto. Nah, kemudian Anda harus mengetahui berapa penghasilan bersihnya. Caranya adalah mengurangi total penghasilan kotor dengan biaya-biaya wajib, termasuk kredit, biaya pensiun, atau utang lainnya. Dengan kata lain, rumus menghitung penghasilan bersih adalah:
Penghasilan bersih (netto) = Total penghasilan kotor (bruto) – Biaya wajib
2. Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berikutnya, cara menghitung pajak penghasilan adalah dengan mengetahui nilai PTKP terlebih dulu. Adapun besaran PTKP setiap orang akan berbeda-beda, tergantung jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Tingkat besaran PTKP per tahun yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak Orang Pribadi = Rp 54.000.000
Tambahan Wajib Pajak yang Telah Menikah = Rp 4.500.000
Istri dengan penghasilan yang digabung suami = Rp 54.000.000
Tambahan untuk anggota keluarga sedarah (maksimal 3 orang) = Rp 4.500.000
3. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PTKP di atas akan dijadikan acuan untuk menghitung PKP. Cara menentukan PKP adalah Anda perlu mengurangi jumlah penghasilan bersih dengan jumlah PTKP tersebut. Atau rumus sederhananya adalah sebagai berikut:
PKP = Jumlah penghasilan bersih – PTKP
4. Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh)
Nah, terakhir adalah menghitung PPh. Adapun cara menghitung pajak penghasilan adalah didasarkan pada persentase tarif PPh 21, yaitu:
- PKP kurang dari Rp 50.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
- PKP antara Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 dikenakan tarif sebesar 15%
- PKP antara Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 dikenakan tarif sebesar 25%
- PKP lebih dari Rp 500.000.000 dikenakan tarif 30%
Tarif PPh 21 terbaru berdasarkan RUU HPP:
- PKP hingga Rp 60.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
- PKP lebih dari Rp 60.000.000 – Rp 250.000.000 dikenakan tarif sebesar 15%
- PKP lebih dari Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 dikenakan tarif sebesar 25%
- PKP lebih dari Rp 500.000.000 – Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif 30%
- PKP lebih dari Rp 5.000.000.000 tarif 35%
Lalu Anda perlu mengalikan total PKP dengan persentase di atas yang sesuai. Jika disederhanakan, rumus menghitung pajak penghasilan adalah:
PPh = PKP x Persentase tarif pajak
Simulasi Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Agar lebih paham, Anda bisa menyimak simulasi perhitungan pajak penghasilan di bawah ini.
Contoh: Agung bekerja di sebuah perusahaan A dan memiliki penghasilan bersih sebesar Rp 100.000.000/tahun. Status Agung masih belum menikah, jadi ia tidak punya tanggungan terhadap anggota keluarga lain. Maka, berapa pajak penghasilan yang harus dibayar Agung?
Penyelesaian:
Langkah pertama adalah menentukan PTKP
Dikarenakan Agung belum menikah, maka ia masuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi, dengan besaran PTKP = Rp 54.000.000
Menghitung PKP
Setelah itu, tentukan berapa PKP nya dengan cara sebagai berikut:
PKP = Jumlah penghasilan bersih – PTKP
PKP = Rp 100.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 46.000.000
Menghitung PPh
Dikarenakan PKP Agung kurang dari Rp 50.000.000, maka PPh yang dikenakan yaitu 5%. Jadi, cara menghitung pajak penghasilan Agung adalah:
PPh = PKP x Persentase tarif pajak
PPh = Rp 46.000.000 x 5% = Rp 2.300.000/tahun
Kesalahan yang Terjadi Saat Menghitung Pajak Penghasilan
Pajak memang menjadi suatu permasalahan yang cukup rumit bagi sebagian orang. Selain kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang cukup, peraturan pajak memiliki banyak ketentuan. Penting untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat menghitung pajak penghasilan. Kesalahan umum yang mungkin terjadi pada saat menghitung pajak penghasilan, seperti:
1. Lupa Memasukkan Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah satu hal yang umum bagi seorang karyawan swasta, BUMN, dan PNS. Hal tersebut merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Salah satu unsur penting dalam melakukan penghitungan pajak penghasilan adalah memasukkan biaya jabatan. Umumnya, besaran biaya jabatan tersebut adalah 5% dari pendapatan bruto yang diperoleh. Jika biaya tersebut tidak ikut disertakan, maka hasil perhitungannya tentu menjadi tidak tepat.
2. Lupa Memasukkan Potongan
Iuran pensiun merupakan suatu iuran yang dibayar oleh karyawan ketika dia atau pihak perusahaan ikut serta dalam sebuah program pensiun. Iuran ini juga dikenal dengan sebutan istilah iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua bagi para pegawai. Jadi, bagi para karyawan, besaran pendapatan netto yang diterima adalah hasil dari pendapatan bruto yang dikurangi biaya seperti:
- Biaya jabatan
- Biaya pensiun
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Jika salah satu potongan tidak ikut disertakan, maka secara otomatis hasil perhitungan jadi tidak akurat.
3. Tidak Menghitung Sesuai Ketentuan
Penting untuk menghitung besarnya pajak sesuai dengan ketentuan, agar hasil penghitungannya lebih akurat. Anda perlu mengetahui pedoman mengenai besaran tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, meliputi:
- Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50.000.000 per tahun, maka dikenai tarif pajak senilai 5%.
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 50.000.000 hingga Rp 250.000.000 per tahun, maka dikenai tarif pajak senilai 15%.
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250.000.000 hingga Rp500.000.000 per tahun, maka dikenai tarif pajak senilai 25%.
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500.000.000 per tahun dikenai tarif pajak 30%.
4. Salah Memilih Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP atau penghasilan tidak kena pajak merupakan jumlah penghasilan yang tidak dikenai pajak penghasilan. Sehingga setiap wajib pajak yang memiliki jumlah penghasilan sebesar PTKP atau berada di bawah batas PTKP, tidak perlu membayar pajak penghasilan. Namun, ketika terjadi kesalahan di dalam pengisian formulir PTKP atau kesalahan dalam menghitung besaran PTKP, anda bisa saja dikenakan PPh.
Nah, itulah hal-hal yang perlu kamu ketahui mengenai cara menghitung pajak penghasilan. Pada dasarnya perhitungan tersebut mudah, hanya saja jika ada kesalahan dalam menerapkannya, maka bisa membuatnya jadi sulit. Untuk mempermudah HRD dalam menghitung pajak penghasilan karyawan, Anda bisa memanfaatkan fitur Compensation and Benefit yang ada di BroadwaysHR. Anda bisa gunakan fitur ini secara GRATIS dalam waktu 30 hari dengan mendaftar di sini.