quiet quitting

7 Ciri-Ciri Quiet Quitting, Penyebab, Dampak, dan Cara Atasinya!

Beberapa waktu terakhir, istilah quiet quitting cukup ramai jadi perbincangan di dunia kerja. Istilah tersebut mengacu pada perubahan perilaku kerja karyawan yang tidak seantusias dulu lagi. Pada kenyataannya, hal ini masih menjadi perdebatan karena menimbulkan dampak yang berbeda-beda pada pelakunya. Yuk simak artikel berikut ini untuk mengetahui fakta-fakta sebenarnya terkait istilah tersebut.

Pengertian Quiet Quitting?

Ada banyak istilah baru di dalam dunia kerja seiring dengan perkembangan zaman. Jika dulu ada istilah hustle culture, kini muncul quiet quitting yang memiliki konotasi sebaliknya. Apa itu? 

Quiet quitting adalah sifat atau tindakan seseorang, dalam hal ini karyawan perusahaan, yang membatasi kontribusi dalam memenuhi kewajiban kerja sesuai porsinya. 

Jadi, karyawan yang melakukan hal ini biasanya akan mengalami penurunan minat untuk melakukan pekerjaan di luar tanggung jawabnya dan hanya fokus untuk menyelesaikan tugas individu dengan effort secukupnya.

Pada dasarnya, ada banyak hal yang memicu seorang karyawan untuk melakukan hal tersebut baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Namun, utamanya hal ini dijalani untuk mendapatkan keseimbangan hidup atau work life balance di kehidupan yang semakin dinamis seperti sekarang.

Secara tidak langsung, tindakan tersebut juga akan menciptakan batasan antara kehidupan kerja dan pribadi secara lebih jelas. Meskipun tidak sepenuhnya salah, tapi perilaku ini juga berisiko merugikan perusahaan. Jadi, tetaplah bersikap secara bijak ya!

Baca juga: Hidup Bahagia ala Working Mom dengan 8 Tips Berikut!

Penyebab Quiet Quitting

Umumnya, penyebab utama dari quiet quitting adalah minimnya apresiasi atau penghargaan atas kerja keras karyawan selama ini. Karyawan merasa kecewa karena jerih payah yang dilakukan untuk perusahaan tidak mendapatkan perhatian, kompensasi, atau reward tertentu baik yang sifatnya materi maupun non materi.

Kondisi tersebut lantas menurunkan semangat kerja karyawan dan memicu mereka untuk bekerja ala kadarnya. Namun, hal tersebut bukan satu-satunya alasan yang membuat karyawan melakukan quiet quitting.

Beberapa penyebab lain yang membuat karyawan bekerja sesuai porsinya antara lain kelelahan sampai burnout karena beban kerja yang tidak masuk akal, merasa bosan, kekurangan waktu untuk diri sendiri, dan lain-lain.

Baca juga: Penyebab Turnover Karyawan dan 5 Cara Mengatasinya

Ciri-Ciri Quiet Quitting

Tindakan ini umumnya dilakukan oleh beberapa karyawan secara sadar karena alasan tertentu. Jika Anda masih bingung dengan istilah tersebut, coba amati partner kerja atau lingkungan di sekitar perusahaan Anda. Pasalnya orang yang sedang melakukan quiet quitting menunjukkan ciri-ciri yang cukup kentara yang diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Tidak bersedia melakukan pekerjaan diluar job desc utama.
  2. Pulang kerja tepat waktu dan menghindari overtime.
  3. Bekerja sesuai porsinya.
  4. Tidak mau berurusan dengan pekerjaan atau menjawab pertanyaan seputar kewajiban kerja di waktu libur.
  5. Hilang minat untuk menjadi karyawan berprestasi di perusahaan.
  6. Pasif saat meeting atau diskusi tertentu terkait pekerjaan.
  7. Jarang mengikuti acara yang diselenggarakan perusahaan. 

Baca juga: 7 Strategi Multitasking yang Dijamin Anti Stres

Apa Dampaknya?

quiet quitting

Sumber: Freepik

Meskipun quiet quitting terkesan egois dan mengutamakan kepentingan pribadi, tapi hal ini memiliki dampak positif dan negatif baik bagi karyawan maupun perusahaan. Pada dasarnya, perilaku ini cukup menguntungkan karyawan.

Dengan memberikan batasan terkait tugas-tugas kantor, karyawan lebih bisa menjaga kesehatan dan mental lebih baik dari sebelumnya. Memiliki waktu istirahat yang cukup dengan rutinitas kerja yang sesuai porsinya akan membawa dampak yang cukup besar bagi kehidupan dan kesehatan individu.

Selain itu, tindakan quiet quitting juga mencegah atasan untuk bersikap sewenang-wenang terhadap karyawannya, terutama saat diminta untuk melakukan pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya. Dengan demikian, setiap karyawan pun akan merasa lebih nyaman saat bekerja.

Sayangnya, sikap santai terhadap pekerjaan tersebut juga bisa menjadi blunder yang mengakibatkan turunnya produktivitas karyawan. Bahkan, hal ini juga bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja/PHK apabila karyawan menunjukkan performa yang buruk selama evaluasi kerja.

Baca juga: 4 Fungsi Budaya Kerja yang Positif untuk Karyawan di Tempat Kerja

Begini Cara Atasi Quiet Quitting

Walaupun memiliki kendali penuh atas karyawannya, tapi perusahaan tidak boleh menutup mata dan hanya mengambil keuntungan dari orang-orang yang dipekerjakan. Pasalnya, pertumbuhan perusahaan juga bergantung pada kinerja dan kualitas SDM yang ada didalamnya.

Oleh sebab itu, perusahaan juga harus mau mendengarkan aspirasi karyawan dan menampung segala kendala dan keluh kesah yang mereka rasakan selama bekerja di perusahaan. Kemudian, perusahaan juga sepatutnya ikut memberikan solusi demi perbaikan performa kerja dan pemenuhan hak karyawan secara layak.

quiet quitting

Quiet quitting adalah respon karyawan terhadap apa yang mereka rasakan selama bekerja di perusahaan. Apabila tidak disikapi dengan baik, maka hal tersebut akan menjadi bumerang yang sewaktu-waktu mengancam perkembangan bisnis perusahaan.

Oleh sebab itu, perusahaan sebaiknya terus memantau dan mengupayakan program pengembangan karyawan demi pertumbuhan bisnis yang lebih baik. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, perusahaan dapat mengandalkan fitur Organization Development dari aplikasi BroadwaysHR.

Menjadi salah satu aplikasi HRIS terbaik di Indonesia, BroadwaysHR hadir sebagai solusi terbaik dalam pengelolaan SDM, termasuk pada proses pengembangan karyawan. Dengan sistem teknologi berbasis cloud yang cukup fleksibel, perusahaan dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan.

Nikmati berbagai fitur menarik lainnya yang akan membantu perusahaan dalam pengelolaan SDM yang lebih mudah, praktis, dan otomatis dengan klik di sini!