prosedur pemutusan hubungan kerja

5 Tahap Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja dan Alasan PHK

Dalam kondisi tertentu, misalnya performa karyawan yang terus menurun hingga kebangkrutan yang dialami, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada karyawannya. Sebelum melakukannya, sebaiknya HRD memahami dengan baik prosedur pemutusan hubungan kerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Karena proses PHK tidak boleh asal dilakukan tanpa mempertimbangkan peraturan yang sudah ada. Untuk meminimalisir perselisihan antara karyawan dan HRD, berikut adalah penjelasan mengenai aturan, jenis, dan prosedur pemutusan hubungan kerja.

Apa itu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?

Sebelum mengetahui aturan yang mengatur secara sah tentang keputusan PHK karyawan di Indonesia, pahami dahulu apa itu PHK. 

PHK atau pemutusan hubungan kerja sering kali dilakukan sebagai jalan akhir untuk memberhentikan karyawan dengan alasan tertentu, meskipun tidak menyenangkan. Risiko PHK bisa terjadi kapan saja dan di mana saja dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. 

Memang kita pahami bahwa hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan dari awal sudah terjalin dengan perjanjian kerja yang disepakati kedua belah pihak. Termasuk di dalamnya tentang kesepakatan ketika hubungan kerja harus berakhir karena kondisi tertentu.

Biasanya PHK terjadi karena pelanggaran yang dilakukan karyawan, menurunnya performa karyawan, hingga kondisi perusahaan yang collapse sehingga memaksa untuk PHK massal. Dalam praktiknya mungkin PHK memunculkan perselisihan akibat tidak terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak. 

Untuk mencegah konflik dan perselisihan terjadi pasca PHK, maka sebaiknya pahami terlebih dahulu prosedur pemutusan hubungan kerja yang harus dipenuhi.

Aturan Terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia

Ketentuan perusahaan dapat memberhentikan karyawan telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan PP Nomor 35 Tahun 2021. Spesifiknya dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bab XII Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 150 menerangkan bahwa:

“Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Alasan PHK yang Diperbolehkan

Perusahaan tidak boleh sembarangan memutus hubungan kerja dengan karyawannya tanpa dilandasi alasan yang kuat berdasarkan perundang-undangan. Dalam Pasal 61 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013, telah mengatur bahwa perjanjian kerja dapat diputus apabila:

  1. Karyawan atau pekerja meninggal dunia,
  2. Jangka waktu perjanjian kerja telah berakhir,
  3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
  4. Adanya kondisi tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, di mana kondisi tersebut dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. 

phk karyawan

Kondisi yang Melarang Perusahaan Memutus Hubungan Kerja

Dalam  UU Cipta Kerja, Bab IV poin 40 tentang perubahan Pasal 153 UU Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa pengusaha dilarang memutus hubungan kerja dengan alasan karyawan:

  1. Tidak dapat bekerja karena sakit menurut surat keterangan dokter, selama tidak melebihi 12 bulan secara terus-menerus.
  2. Berhalangan bekerja karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan aturan perundang-undangan.
  3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agama yang dianutnya.
  4. Menikah.
  5. Hamil, melahirkan, mengalami keguguran, atau menyusui bayi.
  6. Memiliki pertalian darah atau ikatan pernikahan dengan karyawan lain di satu perusahaan.
  7. Mendirikan atau menjadi anggota dari serikat pekerja.
  8. Mengadukan perusahaan ke pihak berwajib karena telah melakukan tindakan pidana kejahatan.
  9. Karyawan berbeda paham, agama, suku, aliran politik, golongan, jenis kelamin, warna kulit, kondisi fisik, atau status pernikahan.
  10. Karyawan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau mengalami sakit karena hubungan kerja yang menurut dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja

Sudah jelas bahwa perusahaan tidak dapat sembarangan memberhentikan karyawannya. Apabila melanggar regulasi yang ada, karyawan dapat melaporkan perusahaan ke DInas Tenaga Kerja setempat atau menyelesaikan kasus tersebut di Pengadilan Hubungan Industrial. Berikut adalah beberapa jenis PHK karyawan yang dilakukan berdasarkan alasan tertentu yang diperbolehkan:

1. PHK karena Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dimaksud dapat meliputi pailit, kerugian, dan permasalahan manajemen. Jenis PHK ini tidak dilakukan karena kinerja dan kualitas karyawan yang buruk. Meskipun perjanjian kerja harus diakhirkan, namun perusahaan wajib memenuhi hak karyawan yang diberhentikan.

2. PHK karena Melakukan Pelanggaran

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kerja dapat diberhentikan perusahaan apabila melakukan pelanggaran. PHK jenis ini diputuskan karena sebelumnya karyawan sudah diberikan surat peringatan (SP) karena karyawan melakukan pelanggaran berat.

Pelanggaran berat yang dimaksud bisa berupa mengabaikan pekerjaan, melakukan penganiayaan di lingkungan kerja, dengan sengaja membiarkan orang lain dalam bahaya, hingga membocorkan rahasia perusahaan.

3. PHK akibat Tindak Pidana yang Dilakukan

Jenis PHK terakhir adalah akibat tindak pidana kejahatan yang dilakukan karyawan. Karyawan yang kedapatan dan terbukti telah melakukan tindak pidana kejahatan serta telah diproses oleh pihak berwajib, juga dapat diberhentikan oleh perusahaan.

prosedur pemutusan hubungan kerja

Cermati Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Sebelum melakukan langkah sesuai prosedur pemutusan hubungan kerja, perusahaan wajib memastikan alasan PHK karyawan sudah sah secara hukum yang telah diuraikan di atas. Langkah berikutnya yang perlu dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan yang diberhentikan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pertama: Memberikan Surat Pemberitahuan dan Membuka Musyawarah

Saat terjadi PHK di perusahaan, langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah memberikan surat pemberitahuan dan membuka musyawarah antar kedua belah pihak.

Musyawarah ini dikenal dengan istilah bipartit yang dilakukan untuk mencapai pemufakatan. Dengan adanya musyawarah ini, maka kedua belah pihak, yaitu karyawan dan perusahaan, saling berbicara untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi.

2. Tahap Kedua: Mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja

Apabila dalam permasalahan yang dihadapi bersama ternyata tidak dapat mencapai titik terang dengan musyawarah, maka diperlukan bantuan mediasi dari dinas tenaga kerja setempat. Tujuannya tentunya untuk menemukan cara penyelesaian permasalahan, apakah dapat ditempuh melalui mediasi atau rekonsiliasi.

3. Tahap Ketiga: Mediasi Hukum di Pengadilan Hubungan Industrial

Jika bantuan mediasi oleh dinas tenaga kerja setempat gagal menyelesaikan masalah, maka dapat mengambil upaya hukum hingga pengadilan.

Apabila keputusan akhir perusahaan untuk PHK tetap dilaksanakan, maka bisa mengajukan permohonan tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga yang dimaksud adalah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), disertai alasan mengapa PHK dilakukan.

4. Tahap Keempat: Melakukan Perjanjian Bersama

Jika proses musyawarah di tingkat bipartit sudah mencapai kesepakatan, maka sebaiknya hal ini dituangkan secara resmi dalam Perjanjian Kerja Bersama. Ini juga berlaku jika kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan pada tingkat mediasi dan konsiliasi berkat bantuan Disnaker.

Surat perjanjian ini harus disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, kemudian baru didaftarkan ke PHI setempat. 

5. Tahap Kelima: Perusahaan Memberikan Uang Pesangon

Apabila sudah diputuskan bersama tetap terjadi pemutusan hubungan kerja, maka perusahaan wajib memberikan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) yang menjadi hak karyawan.

Aturan mengenai pemberian uang pesangon dan uang penghargaan bagi karyawan yang di-PHK ini telah ditulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 2 dan Pasal 3. 

Kelola Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja dengan Bantuan Aplikasi BroadwaysHR

Tentunya sebelum terjadi PHK dalam jumlah banyak di perusahaan, Anda dapat memilih aplikasi HRIS BroadwaysHR yang mengelola Sumber Daya Manusia dengan sistem yang terintegrasi. BroadwaysHR adalah aplikasi HR nomor 1 di Indonesia yang menawarkan banyak fitur pengelolaan HR yang mudah digunakan.

Dengan aplikasi BroadwaysHR, Anda bisa merekam dan mengelola data terkait kinerja karyawan, mulai dari aplikasi absensi online, jadwal lembur, ketepatan masuk kerja, hingga jumlah hari cuti yang diambil.

Dengan memiliki database yang akurat mengenai karyawan, maka sewaktu-waktu perusahaan akan melakukan PHK, dapat diperkuat dengan data performa karyawan yang kurang baik. Pastikan keputusan PHK benar-benar dilakukan secara objektif dan menjunjung keadilan.

Tertarik mencoba BroadwaysHR? Anda bisa menghubungi kami dan berkonsultasi masalah HR perusahaan di sini. Anda juga bisa coba gratis BroadwaysHR sesuai kebutuhan Anda sekarang juga.

prosedur pemutusan hubungan kerja