
Berbeda dari PKP, Apa Kewajiban Menjadi Non-PKP?
Seorang pengusaha tidak luput dari kewajibannya dalam membayar pajak. Sebagai Wajib Pajak (WP) badan, seorang pengusaha harus melaksanakan hak dan kewajiban yang dimilikinya terkait dengan perpajakan. Pengusaha yang berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban pajak dikenal dengan istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sedangkan yang tidak wajib membayar pajak adalah Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP). Untuk mengetahui perbedaan antara Non-PKP dan PKP, juga mengetahui keuntungan menjadi Non-PKP, simak penjelasannya di bawah ini.
Sumber: iStockPhoto
Definisi Non-PKP
Non Pengusaha Kena Pajak atau Non PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam hal ini, pengusaha tersebut memiliki omzet kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Oleh karena itu, Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) dihapuskan dari kewajibannya membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau faktur pajak. Namun, tetap diharuskan atau diwajibkan untuk membayar Pajak Penghasilan Final (PPh Final).
Dasar Hukum
Dasar hukum yang membedakan antara PKP dan Non-PKP adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017, tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Apa yang Membedakan PKP dan Non-PKP?
Sumber: iStockPhoto
Perbedaan kewajiban antara Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) adalah terletak dalam kewajibannya memungut pajak. Apabila pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib untuk menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang dikreditkan menggunakan surat setoran pajak.
Selain itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) juga wajib untuk melaporkan koreksi fiskal perpajakan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sedangkan untuk Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) tidak diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun menjalankan kewajiban dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), seperti halnya melaporkan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan menerbitkan faktur pajak. Kewajiban dari Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) hanyalah menyetorkan Pajak Penghasilan Final (PPh Final).
Adapun, aturan yang terbaru pada PMK 59/PMK.03/2022 telah menjadi perubahan atas PMK 231/PMK.03/2019 mengenai tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, pencabutan, dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak serta pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak bagi instansi pemerintah. Isi pokok dari pengaturan PMK ini ialah pengecualian pemotongan atau pemungutan pajak oleh instansi pemerintah untuk transaksi yang dilakukan menggunakan sistem informasi pengadaan pemerintah.
Kewajiban Non-PKP
Ternyata perusahaan non-PKP memiliki beberapa kewajiban perpajakan. Meskipun perusahaan tergolong kecil dan masih berkembang, pemerintah tetap mengharapkan perusahaan-perusahaan ini dapat berkontribusi terhadap perpajakan nasional. Karena omzetnya Rp 4,8 miliar ke bawah setiap tahunnya, perusahaan non-PKP dikenakan Pajak Penghasilan Final atau biasa dikenal sebagai PPh Final sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
Sesuai namanya, PPh Final langsung dibayar sepenuhnya pada saat penghasilan diterima. Hal ini diberlakukan agar proses perpajakannya lebih sederhana serta mengurangi beban administrasi pajak bagi perusahaan kecil ini, terutama karena keterbatasan dalam menyelenggarakan pembukuan yang rapi dan akurat. Melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2018, tarif PPh Final ditetapkan sebesar 0,5%. Tarif ini telah dipotong sebesar 50% dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 1%.
Ketentuan Perpajakan Non-PKP
Perusahaan non-PKP tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan penyetoran maupun pelaporan atas PPN dan PPnBM terutang. Meskipun dalam kegiatan usahanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Jika terdapat PKP yang membeli BKP dari non-PKP, maka pengusaha non-PKP tersebut tidak dapat memungut PPN dan mengeluarkan faktur pajak atas transaksi tersebut.
Karena terklasifikasi sebagai perusahaan kecil berstatus non-PKP, perusahaan tersebut juga tidak diharuskan melapor Surat Pemberitahuan Masa PPN, sehingga nantinya biaya kepatuhan perpajakan atau cost of compliance menjadi lebih rendah.
Pelaporan PPh Final non-PKP yang menerapkan tarif PPh sebesar 0,5% dari penghasilan bruto yang dibayarkan setiap bulan sama dengan pelaporan oleh PKP, yakni dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Pelaporan dalam SPT Tahunan PPh
Perusahaan non-PKP yang menggunakan tarif 0,5% dari penghasilan bruto wajib melaporkan pajaknya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT Tahunan PPh. SPT Tahunan PPh ini berisi informasi tentang penghasilan, pengurangan bruto, dan jumlah pajak yang harus dibayar oleh perusahaan selama tahun pajak berjalan.
2. Melampirkan Formulir Rekapitulasi Peredaran Bruto
Selain melaporkan pajak dalam SPT Tahunan PPh, perusahaan juga diwajibkan melampirkan Formulir Rekapitulasi Peredaran Bruto. Formulir ini berisi informasi mengenai total peredaran bruto perusahaan selama tahun pajak. Peredaran bruto mencakup semua penerimaan bruto yang diperoleh perusahaan sebelum pengurangan biaya-biaya lainnya.
3. Melampirkan Rekapitulasi PPh Final berdasarkan PP 23/2018
Perusahaan non-PKP juga diharuskan melampirkan rekapitulasi PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018. Rekapitulasi ini harus disajikan per Masa Pajak dari masing-masing tempat usaha yang dimiliki perusahaan non-PKP.
4. Menggunakan Formulir SPT PPh 1771
Formulir SPT PPh 1771 digunakan oleh perusahaan non-PKP untuk melaporkan penghasilan. Adapun jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan tarif 0,5% dari penghasilan bruto.
Kelola Pajak Perusahaan Melalui BroadwaysHR!
Kewajiban pajak perusahaan non PKP telah ditetapkan sebatas pada PPh Final. Oleh karena itu, Pemerintah menghendaki perusahaan non PKP untuk mematuhinya dan tidak melanggar. Jika sudah dibebaskan dari kewajiban pemungutan dan pelaporan PPN, perusahaan non PKP hendaknya tidak mengusik ranah tersebut. Sesuai dengan Pasal 39A UU KUP, perusahaan non PKP tidak boleh memungut PPN serta tidak boleh menerbitkan faktur pajak.
Untuk mempermudah input data perpajakan perusahaan, Anda bisa menggunakan fitur Payroll Management di BroadwaysHR. Selain komponen payroll yang telah terintegrasi, mulai dari tunjangan, bonus, lembur, PPh 21 hingga BPJS, juga sangat flexible dengan kebijakan-kebijakan payroll yang ada dalam perusahaan. Segera registrasi di sini untuk mendapatkan uji coba GRATIS selama 30 hari.