quiet quitting

Apa Tanda Karyawan Melakukan Quiet Quitting?

Akhir-akhir ini, quiet quitting sedang ramai dibicarakan di dunia kerja. Tren tersebut seakan menjadi bentuk perlawanan terhadap hustle culture yang sebenarnya memberikan dampak kurang baik bagi kesehatan fisik maupun mental seseorang. Fenomena ini adalah gambaran di mana seorang pekerja harus bekerja keras, namun tetap tidak melupakan waktu untuk diri sendiri. Konsep yang menarik, bukan? Untuk itu, yuk simak lebih lanjut mengenai pengertian, penyebab, dampak pada perusahaan, tanda-tanda karyawan melakukan quiet quitting, dan cara mengatasi serta mencegahnya.

 

Definisi Quiet Quitting

quiet quitting

Sumber: Freepik

Pengertian dari tren ini memang tidak sesuai dengan penyebutannya, di mana seolah-olah memiliki arti negatif yaitu meninggalkan pekerjaan secara diam-diam. Seseorang yang melakukan quiet quitting pada dasarnya masih tetap mengerjakan seluruh tanggung jawabnya, hanya saja sesuai porsi yang dimiliki. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan keseimbangan hidup antara bekerja dan kehidupan pribadi.

Secara umum, kebiasaan kerja ‘seperlunya saja dan tidak berlebihan’ dapat memberikan kesempatan seseorang menikmati hidup di luar dunia kerja yang menjadi kewajibannya. Dengan begitu, kualitas hidup akan lebih baik, dan nilai kerja di dunia profesional bisa meningkat.

Kenapa Bisa Terjadi?

Tidak bisa dipungkiri, pandemi Covid-19 mengubah banyak hal. Tidak hanya kondisi perusahaan yang kesulitan karena pola konsumen yang berubah, tetapi juga pola kerja. Penularan virus terjadi sehingga jaga jarak diberlakukan. Perusahaan tidak dapat berjalan dengan sistem kerja work from office dan berubah menjadi work from home (yang kini menjadi menjadi work from anywhere).

Bekerja dari rumah mengaburkan perbedaan tanggung jawab seseorang di kantor dan di rumah. Pemantauan kerja oleh atasan yang tidak langsung membuat kepercayaan menjadi menurun. Hal tersebut juga menghilangkan adanya penetapan jam kerja, sehingga jika berlangsung terus-menerus maka dapat menimbulkan burnout.

Keadaan burnout inilah yang kemudian dirasakan oleh generasi milenial dan gen Z. Sosok-sosok baru dalam dunia kerja tersebut merasa tidak relevan dengan keadaan yang dinilai tidak ideal. Kehidupan personalnya yang terasa kurang sesuai dengan keinginan, menjadikan mereka memutuskan untuk menghentikan kebiasaan tersebut dan mulai bekerja sesuai porsinya. Lalu, hal tersebut dinilai sebagai quiet quitting karena dianggap tidak lagi engage dengan perusahaan.

Dampak Quiet Quitting pada Perusahaan

Quiet quitting adalah fenomena yang dilakukan karyawan dalam dunia kerja dan memiliki dampak positif dan negatif bagi perusahaan. Berikut penjelasannya.

1. Kekurangan Quiet Quitting

Beberapa dampak negatif dari quiet quitting adalah:

  • Tidak lagi merasakan kepuasan diri
  • Semangat terus menurun
  • Atasan tidak puas dengan hasil kerja 
  • Pemutusan kerja karena dinilai tidak perform
  • Sulit mencapai tujuan karier yang dimau

2. Kelebihan Quiet Quitting

Meskipun quiet quitting adalah budaya yang dinilai buruk oleh atasan yang membutuhkan karyawannya memberikan dedikasi tinggi terhadap perusahaan, ada beberapa dampak positif yang bisa Anda rasakan. Berikut diantaranya.

  • Memiliki banyak waktu luang untuk eksplorasi kemampuan baru
  • Memiliki waktu untuk mencari pekerjaan sampingan
  • Bisa menghabiskan waktu bersama dengan teman atau keluarga
  • Bisa beristirahat dengan tenang usai jam kerja

Tanda Karyawan Melakukan Quiet Quitting

quiet quitting

Sumber: iStockPhoto

Untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, karyawan yang melakukan quiet quitting akan berfokus pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya saja. Berikut adalah tanda-tandanya yang mungkin Anda temui di lingkungan kerja:

  1. Tidak melakukan pekerjaan di luar jam kerja, termasuk membalas pesan maupun surel
  2. Tidak aktif berdiskusi dalam menghadiri agenda-agenda rapat
  3. Pulang tenggo (pulang tepat waktu) atau bahkan lebih awal
  4. Menghindari acara-acara kantor
  5. Kurang antusias dalam bekerja serta mengejar karier
  6. Tidak melibatkan diri dalam percakapan atau aktivitas yang dianggap tidak penting
  7. Kurang memberikan kontribusi pada tim karena terlalu fokus pada pekerjaan individu
  8. Menurunnya produktivitas kerja

Cara Mengatasi Quiet Quitting

Walaupun memiliki kendali penuh atas karyawannya, tapi perusahaan tidak boleh menutup mata dan hanya mengambil keuntungan dari orang-orang yang dipekerjakan. Pasalnya, pertumbuhan perusahaan juga bergantung pada kinerja dan kualitas SDM yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu, perusahaan juga harus mau mendengarkan aspirasi karyawan dan menampung segala kendala dan keluh kesah yang mereka rasakan selama bekerja di perusahaan. Kemudian, perusahaan juga sepatutnya ikut memberikan solusi demi perbaikan performa kerja dan pemenuhan hak karyawan secara layak.

Atur Manajemen Waktu Kerja di Perusahaan dengan BroadwaysHR!

Fenomena dan kondisi quiet quitting sebenarnya bukanlah sebuah kondisi yang baru. Perusahan tidak perlu mencela kondisi ini dan menyalahkan gen Z untuk menghadapinya. Pihak perusahaan, terutama HR perlu melihat dan mengamati dengan seksama penyebab-penyebabnya dan memikirkan strategi agar quiet quitting tidak berdampak negatif dan merugikan performa perusahaan.

Agar bisa mengatur waktu kerja dengan baik, HR memerlukan aplikasi HRIS. BroadwaysHR dapat membantu Anda dalam pencatatan waktu kerja secara fleksibel mengikuti kebijakan perusahaan. Mulai pengaturan waktu kerja hingga kebijakan lembur dan overtime. Anda bisa memanfaatkan fitur Time Management dalam aplikasi BroadwaysHR. Coba aplikasi ini secara gratis selama 30 hari dengan registrasi di sini.

quiet quitting