6 Hak Cuti Karyawan Kontrak yang Wajib Dipenuhi Perusahaan
Hak cuti karyawan kontrak sejatinya sama dengan mereka yang telah diangkat menjadi karyawan tetap. Hal ini tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Jadi, kamu tidak perlu khawatir akan mendapat perlakuan yang berbeda karena memiliki status kepegawaian sebagai pegawai kontrak. Untuk lebih jelasnya, artikel berikut akan menjabarkan tentang hak cuti apa saja yang boleh diajukan oleh karyawan yang menandatangani perjanjian PKWT.
Hak Cuti Karyawan Kontrak
Di dalam perusahaan, pegawai yang menandatangani surat perjanjian PKWT memiliki hak cuti yang sama dengan karyawan PKWTT. Jenis-jenis cuti yang bisa didapat antara lain cuti tahunan, cuti hamil dan melahirkan, hak cuti keguguran, hak cuti haid, hak cuti sakit, serta cuti lainnya yang merujuk pada peraturan perundang-undangan. Berikut ulasan selengkapnya.
1. Cuti Tahunan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 79 Ayat 3, karyawan kontrak juga memiliki hak untuk mendapatkan cuti tahunan. Namun, cuti tahunan hanya bisa diambil saat karyawan sudah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus di perusahaan.
Hal-hal mengenai hak cuti tahunan tersebut bisa Anda diskusikan di awal interview kerja. Beberapa perusahaan biasanya juga sudah melampirkan kebijakan terkait jenis cuti ini pada surat perjanjian kerja. Jadi, pastikan untuk memeriksa surat kontrak kerja sebelum menandatanganinya.
2. Cuti Hamil dan Melahirkan
Hak cuti karyawan kontrak berikutnya adalah cuti hamil dan melahirkan. Kehamilan dan kelahiran adalah dua hal yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi. Namun, dokter spesialis kandungan umumnya dapat memperkirakan hari perkiraan lahir (HPL) si jabang bayi. Oleh sebab itu, karyawan bisa mengajukan permohonan cuti sejak jauh-jauh hari.
Hal-hal yang berhubungan dengan hak cuti hamil dan melahirkan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat 1. Menariknya, bagi karyawan kontrak yang belum genap bekerja selama 12 bulan penuh, diperbolehkan untuk mengambil cuti ini.
3. Cuti Keguguran
Selain mengatur kebijakan terkait hak cuti hamil dan melahirkan, UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat 2 juga mengatur tentang pemberian hak cuti bagi karyawan yang mengalami keguguran. Dalam hal ini, perusahaan wajib memberikan masa cuti selama 1,5 bulan lamanya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan tersebut dalam memulihkan kesehatan fisik dan juga mental.
Durasi cuti bisa saja lebih lama apabila petugas medis merujuk karyawan kontrak yang mengalami keguguran tersebut untuk menambah waktu beristirahat. Namun, hal ini kembali lagi ke kebijakan masing-masing perusahaan.
4. Cuti Haid
Nyeri haid yang dialami kaum hawa tidak boleh disepelekan. Beberapa orang mungkin merasakan nyeri yang tidak terlalu parah, tapi ada juga yang sampai merasakan nyeri hebat sehingga tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
Oleh sebab itu, pemerintah juga telah mengatur kebijakan terkait cuti haid pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 81 Ayat 1 untuk memberikan libur 2 hari kepada karyawan yang sedang mengalami menstruasi. Umumnya, pihak HRD tidak akan meminta karyawan untuk melampirkan surat keterangan dari dokter saat untuk hal ini.
5. Cuti Sakit
Hak cuti berikutnya yang berhak diberikan kepada karyawan kontrak adalah karena sakit. Cuti sakit untuk karyawan harus disertai surat dokter sebagai bukti yang menerangkan bahwa karyawan tersebut benar-benar sedang sakit. Kebijakan terkait cuti sakit sendiri tertuang di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat 2 Huruf a.
Lalu, apakah karyawan yang sakit akan tetap menerima upah kerja? Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat 3, ketentuan pemberian upah bagi karyawan yang sedang cuti sakit adalah sebagai berikut.
- Gaji 100% pada 4 bulan pertama
- Gaji 75% pada 4 bulan kedua
- 50% pada 4 bulan ketiga
- 25% pada 4 bulan selanjutnya hingga karyawan pulih
6. Jenis Cuti Lainnya
Selain kelima jenis cuti di atas, pegawai yang belum disahkan menjadi karyawan tetap juga berhak untuk menikmati jenis cuti lainnya seperti izin berkabung atau melangsungkan pernikahan. Pemerintah dalam hal ini juga sudah mengatur hal tersebut lewat UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat 2 dan juga 4. Berikut adalah jenis cuti dan lama waktu yang diberikan.
- Cuti karena istri melahirkan 2 hari.
- Cuti karena istri keguguran 2 hari.
- Cuti kawin 3 hari.
- Hak cuti menikahkan anak 2 hari.
- Hak cuti untuk upacara baptis anak 2 hari.
- Cuti karena anak melangsungkan khitan 2 hari.
- Cuti karena suami/istri meninggal 2 hari.
- Cuti karena anak meninggal 2 hari.
- Hak cuti untuk berkabung karena ada anggota keluarga yang tinggal serumah meninggal 1 hari.
Baca juga: Sepele tapi Penting! Ini 9 Manfaat Cuti yang Harus Anda Tahu!
Demikian informasi penting yang bisa Anda simak terkait hak cuti karyawan kontrak. Perlu diketahui bahwa selain pengajuan izin sakit, karyawan PKWT tetap mendapatkan gaji penuh selama mengambil cuti. Hal ini sesuai dengan peraturan UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat 2.
Rekapitulasi data presensi, izin atau cuti karyawan menjadi salah satu pertimbangan dasar dalam menghitung gaji karyawan. Untuk memastikan rekapitulasi data yang akurat, tim HR bisa menggunakan fitur Time Management dari aplikasi BroadwaysHR yang didukung oleh teknologi berbasis cloud.
Menariknya, pencatatan waktu kerja dapat dilakukan secara fleksibel dengan mengikuti kebijakan perusahaan dalam manajemen jam kerja, kebijakan lembur, aturan ganti libur, hingga overtime karyawan. Semua data absensi tadi selanjutnya akan terintegrasi secara otomatis ke dalam sistem payroll perusahaan untuk pembayaran gaji karyawan.
Tunggu apalagi, segera mendaftar sekarang juga di sini dan nikmati penawaran coba gratis aplikasi selama 30 hari ya!